gravatar

Sebuah Renungan Menjelang Pilkada Tangsel

Kampanye dan Pesta Rakyat
Secara historis, rakyat Indonesia sering dihadapkan pada fakta sejarah bahwa kampanye politik sejak dulu hingga kini sering melahirkan konflik. Perseteruan di antara para pendukung pasangan calon yang sebelum masa kampanye terjadi di bawah selimut, pada masa kampanye seolah-oleh difasilitasi untuk terbuka.

Fakta historis konflik pada masa kampanye tidak hanya menanamkan traumatik yang dalam pada rakyat, tetapi juga pada pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah berusaha menskenario kampanye damai.

Kekhawatiran menghadapi masa kampanye, baik dalam lubuk hati rakyat maupun pemerintah, secara tidak disadairi telah membangun sebuah skenario kampanye yang menakutkan.Konteks umum, pesta selalu bersinergi dengan kebahagiaan, kegembiraan, suka-suka; bukan kengerian, ketakutan, kebrutalan. Pesta adalah suasana yang harus melahirkan sebuah kebahagiaan, bukan penyesalan.

Jika kampanye merupakan bagian dari pesta demokrasi, tentu tidak perlu dikhawatirkan atau ditakutkan, bahkan seharusnya merupakan fase-fase yang ditunggu-tunggu oleh seluruh elemen rakyat Indonesia. Inilah bukti telah terjadi benturan antara das sein dan das sollen. Istilah pesta yang dilabelkan pada kegiatan pemilihan, ternyata tidak dapat terpenuhi. 

Masa yang paling rawan dan paling potensial untuk meraih simpati pemilih adalah satu-dua hari menjelang pemilihan (masa tenang). Pada masa ini, metode serangan fajar sangat efektif dilakukan oleh calon sehingga pada masa inilah panwaslu caringcing pageuh kancing saringset pageuh iket mengawasi segala tindak tanduk pasangan calon, tim kampanye dan parpol pengusung.

Dalam beberapa kasus pilkada, serangan fajar yang efektif bukan lagi menggunakan metode money politics, melaikan black campaign sebagaimana yang menimpa sejumlah kandidat kepala daerah di Republik ini.

Sumber: Komunikasi Politik Teori dan Praktik (Drs. Mahi M. Hikmat, M.Si)

Artikel Terkait by Categories



Widget by Uda3's Blog
Bagikan